Jakarta, Harian Elvano News – Hari kedua Diklatstar PASKOKAT menjadi momen yang membakar semangat jiwa kami sebagai Orang Muda Katolik. Bersama Romo Yos Bintarao, seorang imam sekaligus prajurit TNI AU, kami disadarkan akan makna yang sangat dalam dari semboyan luhur: “100% Katolik, 100% Indonesia.” Semboyan yang pertama kali diungkapkan oleh Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ, tidak sekadar kalimat, tetapi menjadi identitas ganda yang menyatu dalam diri kami: iman dan kebangsaan.
Dalam materi yang beliau bawakan, Romo Yos menyampaikan bahwa menjadi Katolik bukan berarti hidup terpisah dari tanah air, justru sebaliknya—iman Katolik yang sejati menuntun kita mencintai negeri ini dengan sepenuh hati. Cinta NKRI bukan hanya tugas warga negara, tetapi juga bentuk penghayatan iman. “Imanmu tidak cukup kalau tidak mengakar pada tanah kelahiranmu,” kata Romo dengan suara tegas yang membekas di dada kami, (25/7/2024).
Hadirnya POSKOKAT (Pasukan Khusus Orang Muda Katolik) bukan untuk membentuk sekelompok elit dalam Gereja, melainkan membangun komunitas orang muda yang disiplin, siap sedia, dan penuh semangat bela iman dan bangsa. Di tengah krisis moral, individualisme, dan lunturnya semangat pelayanan, Poskokat hadir sebagai jawaban atas kebutuhan akan pemuda yang militan, berintegritas, dan rela berkorban.
Dari kacamata kami sebagai Pemuda Katolik Indonesia, Poskokat tidak hanya melatih fisik dan mental, tetapi juga membentuk karakter Kristiani yang siap hidup di tengah dunia modern yang penuh tantangan. Dalam barisan Poskokat, kami tidak sekadar belajar baris-berbaris atau yel-yel, tetapi belajar mencintai Indonesia sebagai bagian dari iman kami kepada Kristus.
Romo Yos menekankan bahwa menjadi patriot bukan harus angkat senjata, tapi dengan menjadi pelayan yang setia, jujur dalam tindakan, dan peduli terhadap sesama serta bangsa. Ia memberi contoh hidupnya sendiri sebagai imam yang juga melayani sebagai prajurit negara: “Saya tidak pernah memilih antara jubah dan loreng. Keduanya saya kenakan karena saya mencintai Tuhan dan Indonesia.”
Kami yang mendengarnya, tidak bisa tidak merasa tertampar dan sekaligus tergerak. Di zaman ini, nasionalisme sering kali ditinggalkan karena dianggap usang. Tapi justru di sinilah suara Gereja dibutuhkan. Melalui Diklatstar ini, kami sadar: Gereja Katolik butuh anak muda yang tidak hanya cerdas rohani, tapi juga cinta tanah air, siap berdiri di garda depan membela nilai kemanusiaan dan keadilan.
Poskokat bukan sekadar formasi tubuh, tapi formasi jiwa. Kami ditempa untuk menjadi kuat dalam doa, sigap dalam tugas, dan kokoh dalam iman. Bersama Romo Yos, kami memahami bahwa cinta kepada Indonesia adalah bentuk nyata dari cinta kepada Tuhan.
Hari ini kami belajar, menjadi Katolik sejati tidak berarti memisahkan diri dari dunia, tetapi hadir di dalamnya dengan semangat Injil dan semangat merah-putih. Dan hari ini, sebagai bagian dari generasi muda Katolik Indonesia, kami menyatakan:
Kami bangga menjadi anak Gereja, dan kami bangga menjadi anak Indonesia.
100% Katolik – 100% Indonesia – Untuk Tuhan dan Tanah Air. (AU)